Kebangkitan Ekonomi Islam

Sebuah jurnal ekonomi yang diberikan seorang teman cukup menggelitik penulis untuk membuat tulisan ini. Jurnal itu sudah cukup lama dan singkatnya jurnal itu menceritakan bahwa akar Kapitalisme, ide liberalisasi, atau gagasan tentang pasar bebas itu datang dari Islam.

Semua dasar dari ciri masyarakat Kapitalisme modern seperti yang kita sekarang telah diciptakan dan ada di masyarakat Islam yang hidup di antara abad 8 sampai 12. Ini yang kemudian diimpor oleh Barat dan menjadi cikal bakal ekonomi Kapitalisme modern seperti yang kita lihat sekarang.

Dan jauh sebelum itu pada zaman Rasulullah SAW pasar bebas sengaja diciptakan oleh Rasullullah. Untuk membuat pasar alternatif yang sebelumnya dimiliki oleh kaum Yahudi. Dalam perjalanannya pasar ini mampu mengalahkan pasar Yahudi karena pada pasar tersebut para pelaku-pelakunya terkenal dengan akhlaknya (tidak curang, jujur, dan sebagainya), di samping keburukan-keburukan pasar dan pelaku pasar Yahudi.

Bisa kita katakan bahwa Kapitalisme sudah lama belajar dari Islam. Dan mungkin hal ini yang menyebabkan daya tahan (endurance) Kapitalisme lebih lama dari Sosialisme yang sudah collapse sebelumnya. Sehingga tidaklah begitu mengejutkan ketika Kapitalisme dan Sosialisme belajar dari keindahan ekonomi syariah, terinspirasi darinya, dan mengubah wajahnya menjadi sistem ekonomi yang lebih mendekati nilai-nilai syariah.

Namun, sayangnya uji validitas empiris (empirical validity) dari "Ekonomi Syariah Modern" yang dimulai tahun tujuh puluhan belum dapat memenuhi kebutuhan perincian mekanisme kerja dari ekonomi Syariah.

Terlepas dari itu semua menunjukkan kepada kita bahwa ada kerja kita yang belum selesai. Perkembangan Islamic banking and Finance yang cukup pesat pada saat ini tidaklah menggambarkan mekanisme kerja yang cukup detail dari Ekonomi syariah. Justru perkembangan yang sangat pesat ini menyisakan gap yang sangat jauh dari Ekonomi Syariah.

Ekonomi Syariah belum selesai menyentuh syarat-syarat untuk menuju tahapan implementasi kemudian menjadikan ia sebagai sistem yang menggantikan sistem ekonomi konvensional. Ekonomi Syariah masih berbicara di ranah-ranah prinsip dan teori dan belum untuk me"nabrakkan"nya ke ranah-ranah empiris.

Saatnya Uji Validitas
Oleh karena itu mari kita ukur kesiapan Ekonomi Syariah untuk menggantikan sistem yang hampir "collapse" ini dengan menguji validitasnya sehingga ekonomi Syariah memang pantas dan menjadi sistem ekonomi yang ditunggu selama ini. Ada dua ujian menurut penulis yang harus dilewati agar sistem ekonomi Syariah ini bisa menggantikan sistem ekonomi konvensional.

Pertama, uji kaidah dan definisi. Istilah-istilah ekonomi dalam ekonomi Syariah memiliki kaidah, definisi, makna, dan ukuran berbeda dengan ekonomi konvensional. Walaupun belum tentu istilah ekonomi dalam ekonomi Syariah dan ekonomi konvensional berbeda namun harus dimaklumi bahwa ada perbedaan definisi, makna, dan ukuran yang pasti ada.

Seperti makna dalam istilah kemajuan, kesejahteraan, pertumbuhan, pengangguran, kemiskinan, bahkan tidak menutup kemungkinan istilah-istilah yang berkaitan masih dipengaruhi mengunakan definisi, makna dan ukuran ekonomi konvensional.

Oleh karena itu, jika ekonomi Islam mampu merumuskan dan menempatkan istilah-istilah ekonomi berdasarkan kaidah, definisi, makna, ukuran, konsepsi, dan aplikasi, maka Ekonomi Syariah lulus ujian pertama. Namun sepertinya tugas merumuskan dan juga menempatkan istilah ini belum selesai.

Seorang teman memberikan gambaran yang cukup jelas tentang ini. Beliau memberikan contoh yang paling mudah dan cukup relevan. Contoh tersebut adalah kerancuan menggunakan istilah investor dalam dunia keuangan.

Banyak kalangan sudah menisbahkan sesiapa, baik individu maupun unit bisnis, yang "bermain" di pasar keuangan adalah investor. Padahal harus dibedakan siapa genuine investor dan siapa speculator berdasarkan motif mereka terjun di pasar. Karena efek aktivitas investor dan speculator pada akhirnya akan berefek beda terhadap pasar.

Investor akan lebih berefek pada pengembangan volume ekonomi yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Sementara speculator yang menggelembungkan pasar keuangan lebih berpengaruh positif dengan meningkatkan kepercayaan pasar terhadap kondisi perekonomian sebuah Negara. Tidak pada perekonomian riilnya.

Kenyataannya perilaku dominan dari pelaku pasar di sektor keuangan ini bukanlah berinvestasi dalam definisi genuine-nya. Perilaku yang jelas terlihat adalah aktivitas berspekulasi untuk mencari monetary gain dari pergerakan harga produk-produk keuangan, stocks, bonds, dan derivatives.

Kedua, uji rasionalitas dalam tataran operasional. Sungguh sangat menarik ketika kita berbicara tentang kebijakan intervensi pasar. Ada sebuah pesan "jangan coba-coba melawan pasar sekarang."

Ini juga mengindikasikan sebuah tugas lain yang belum selesai bagi para pejuang ekonomi syariah untuk menjelaskan bagaimana rasionalitas dari ma'kud alaih (ada uang ada barang), peredaran uang akhirnya hanya ditentukan dengan kecepatan aktivitas pemenuhan kebutuhan manusia (sektor riil) yang terbatas tadi. Pertanyaannya, siapa yang berhak menentukan seberapa banyak jumlah barang dan jasa yang diproduksi?

Kemudian hal ini akan sampai pada konsep pembatasan hawa nafsu yang membawa konsekuensi pada adanya rasionalitas minimalis yang berbeda dengan prinsip maksimasi di ilmu ekonomi konvensional. Bisa saja kemudian kita berkata bahwa dalam sistem ekonomi syariah perusahaan tidak akan selalu mengejar keuntungan setinggi yang dia dapat dan individu tidak terdorong untuk mencapai kesejahteraan sepanjang yang dia mampu kejar.

Dan ketika hal ini belum selesai, ditambah lagi dengan contoh lain rasionalitas Ekonomi Syariah tentang pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan akibat dari eksploitasi yang berlebihan untuk pembangunan ekonomi bisa jadi sama sekali dilarang dan tidak akan ditemukan dalam sistem ekonomi Syariah. Tetapi, akan muncul pertanyaan, adakah Bukti yang telah mampu mendukung berjalannya sistem ekonomi seperti yang disebut di atas?

Setiap rasionalitas apa pun yang kita teriakkan dari ekonomi syariah harus teruji di tataran operasional. Wujudnya adalah mekanisme kerja detail tadi. Sehingga diterima oleh "pasar" dan seluruh pelaku-pelaku yang berhubungan dengannya.

Gambaran untuk hal ini yang paling mudah dipahami dan cukup relevan adalah ketika tingkat margin Bank Syariah lebih mahal dibandingkan dengan tingkat bunga. Sehingga pada saat itu muncul sebuah statement "biar mahal asal Syariah." Tapi, dalam perjalanannya seberapa kuat rasionalitas ini bertahan, toh akhirnya Bank Syariah sulit berkembang karena hal ini. Artinya rasionalitas ini tidak laku di pasar. Ini tugas berat!

ada satu sikap yang juga harus dilakukan. Sikap ini adalah ajaran Islam yang sangat solutif dalam menjawab uji-uji yang ada di atas. Sikap tersebut adalah "Berilah yang Terbaik!" Karena "manusia terbaik di antaramu adalah manusia yang mermanfaat bagi manusia lain". Maka tentu saja baik individu maupun kolektif termasuk unit bisnis akan berusaha memaksimalisasi kemanfaatan dirinya dari sebanyak mungkin sumber daya ekonomi yang dimilikinya.

Kapitalisme boleh belajar dari Islam kemudian mengubah bentuknya menjadi sistem ekonomi yang memiliki nilai-nilai syariah tanpa harus menyebutkan ini adalah ekonomi syariah. Itu terserah mereka. Akan tetapi kita sebagai orang yang memiliki keyakinan dan ideologi itu sendiri akankah menerima saja tanpa menggali lebih dalam mutiara-mutiara yang indah ini untuk dijual dan tentu saja akan laku di "pasar"?

Pastinya kita tidak mau. Kemudian kita juga tidak mau untuk menjadi Follower saja. Usaha-usaha para "Ekonom Syariah Moderen" yang dimulai tahun tujuh puluhan masih belum selesai. Kitalah para pejuang ekonomi syariah yang akan melanjutkan dan berusaha menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai ini. Tentunya dengan ilmu, amal, dan kesabaran yang tinggi untuk terus belajar.

Seorang teman juga pernah berkata bahwa perjuangan menegakkan ekonomi Syariah ini sama dengan perjuangan Da'wah Islam itu sendiri sehingga kita tidak tahu sampai kapan perjuangan ini akan berakhir.

Perjuangan Masih panjang
Para pejuang-pejuang ekonomi Islam harus bekerja dua kali lipat atau minimal sama dengan para Kapitalis yang sedang membangun dan mempertahankan sistem ekonominya.

Segeralah memberi manfaat bagi masyarakat umum dan ummat sehingga keyakinan mereka pada sistem Ekonomi Islam bukan hanya berhenti pada tahapan ideologis yang kadang bertentangan dengan situasi riil dilapangan (baca: tidak laku dipasar). Tapi, juga betul-betul membawa kesejahteraan bagi mereka sebagai mana Islam yang Rahmatan lil a'lamin. Wallahu’alam.