komunikasi antar pribadi (high context culture vs low context culture)



Gilang Jiwana Adikara
D2C007034
1. Identifikasi Kelompok Budaya
Kategori masyarakat konteks budaya tinggi adalah suatu golongan masyarakat yang memiliki suatu tingkat kompleksitas nilai dan budaya tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rumitnya hubungan antar anggota di dalamnya sebab masing-masing anggota itu berlaku nilai budaya dan pranata yang menjadi ciri khas konteks masyarakat tersebut. Sebaliknya kategori masyarakat dengan konteks budaya rendah lebih memiliki kebebasan dalam berhubungan antar anggotanya. Nilai-nilai yang berlaku pada konteks budaya rendah tidak serumit pada masyarakat konteks budaya tinggi.
Bila melihat dari defiinisi kedua kelompok budaya tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat jawa pesisiran cenderung tergolong dalam masyarakat dengan konteks budaya rendah. Sikap ekspresif mereka dapat menjadi sebuah bukti yang kuat dalam hal ini. Sikap ekspresif menunjukkan adanya kebebasan dalam berpendapat antar anggotanya. Hal ini tidak dimiliki oleh masyarakat jawa kratonan. Pada masyarakat jawa kratonan, berlaku suatu pranata dalam hubungan antar anggotanya, misalnya adanya tingkatan bahasa dalam pergaulan dari ngoko hingga krama inggil yang harus dapat diaplikasikan pada kehidupan dan interaksi dengan orang lain. Jawa kratonan juga sangat menjunjung tinggi tingkatan sosial. Seorang yang memiliki status sosial lebih tinggi harus lebih dihormati, dan sikap yang digunakan dalam berhubunganpun akan berbeda dengan bila berhubungan dengan orang yang status sosialnya lebih rendah, oleh karena kompleksitas nilai yang dimiliki masyarakat jawa kratonan, maka kelompok ini tergolong dalam masyarakat dengan konteks budaya tinggi.
2. Perbedaan Nilai, Sikap dan Pranata Komunikasi
Masyarakat konteks budaya tinggi dan mesyarakat konteks budaya rendah memiliki perbedaan-perbedaan nilai, sikap dan pranata komunikasi. Nilai yang dianut masyarakat berkonteks tinggi masih sangat menjaga tradisi-tradisi mereka, dan perubahan yang terjadi sangat lamban, berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat berkonteks budaya rendah. Mereka tidak terlalu menjaga budaya dan membuka diri pada modernisasi, sehingga perubahan yang terjadi sangat cepat. Contoh yang terjadi pada masyarakat jawa kratonan sebagai masyarakat berkonteks budaya tinggi adalah masih dijunjungnya budaya-budaya tradisi mereka dan mereka masih menjaga hampir seluruh peninggalan nenek moyang. Perubahan yang terjadi hanya mampu mengakibatkan perbauran budaya tanpa meninggalkan budaya asli mereka. Sementara pada masyarakat jawa pesisiran, mereka membuka diri pada modernisasi. Sebagai bukti, masuknya agama Islam menghilangkan kebudayaan asli mereka. Perpaduan budaya yang terjadi lebih banyak unsur Islamnya daripada unsur tradisi nenek moyang mereka.
Dalam hal sikap, masyarakat dengan konteks budaya tinggi tidak begitu ekspresif, dan masyarakat dari golongan ini menjunjung sikap kolektifis, contohnya pada masyarakat jawa kratonan, mereka masih bersikap ewuh-pekiwuh maksudnya mereka masih merasa sungkan untuk bersikap secara langsung, akibatnya sering tidak ada ketegasan antar masyarakatnya dan terkesan lembek. Masyarakat ini juga masih membudayakan kerjasama dan dialog antar masyarakat dalam setiap hubungan yang terjadi. Sedangkan masyarakat berkonteks budaya rendah jauh lebih terbuka dalam bersikap, spontan, ekspresif, dan lebih banyak melakukan aksi dan emosi daripada sekedar kata-kata. Contoh nyata dalam kehidupan masyarakat jawa pesisiran adalah bahasa-bahasa yang mereka pakai. Seringkali terdengar kasar, tapi itu adalah ungkapan kejujuran mereka dalam bersikap, dan mengeluarkan perasaan mereka.
Pranata komunikasi antara kedua konteks budaya juga berbeda. Pada masyarakat berkonteks budaya tinggi, ada tingkatan penghormatan dalam berkomunikasi untuk masing-masing anggota masyarakatnya, misalnya dalam budaya jawa kratonan, ada peraturan adat untuk menggunakan bahasa jawa krama kepada orang yang lebih tua atau yang memiliki strata sosial lebih tinggi, dan menggunakan bahasa ngoko untuk orang yang lebih muda atau yang berstrata sosial lebih rendah. Hal ini tidak terjadi pada masyarakat berkonteks budaya rendah, mereka bebas untuk berbahasa dan menyampaikan pendapat tanpa harus melakukan unggah-ungguh yang rumit. Misalnya dalam masyarakat jawa pesisiran, mereka bebas berkomunikasi kepada siapapun meskipun terdengar kurang sopan bagi masyarakat berkonteks budaya tinggi.
3. Faktor keberagaman Penghambat Komunikasi Antar Pribadi Beda Budaya
Banyak faktor keberagaman antara kedua kelompok masyarakat ini, tetapi ada beberapa faktor-faktor keberagaman yang memiliki potensi untuk menjadi penghambat komunikasi antar pribadi. Beberapa faktor tersebut antara lain: faktor religi, elemen kebudayaan, dan etnisitas. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi potensi penghalang komunikasi sebab mereka bersinggungan secara langsung dalam setiap hubungan komunikasi antar pribadi dengan cara memengaruhi cara penyampaian pesan seseorang dari suatu kelompok tertentu. Misalnya seseorang beragama Islam akan memiliki cara pandang dan cara penyampaian pesan yang khas dan unik dari agama yang dia anut, begitu pula pada penganut agama-agaman lainnya. Bila perbedaan cara pandang ini tidak disikapi dengan baik maka akan menimbulkan noise yang menjadi penghambat komunikasi di antara mereka.
Dalam kasus hubungan antar pribadi antara komunitas jawa kratonan dengan komunitas jawa pesisiran, terdapat faktor keberagaman religi. Memang kedua komunitas ini memiliki agama mayoritas yang sama, yaitu Islam. Tetapi Islam di komunitas jawa pesisir tidak sama dengan jawa kratonan. Komunitas Jawa pesisir menganut islam secara keseluruhan, dan mereka mendasari islam itu dari aspek-aspek Syariah (hukum) Islam. Sedangkan masyarakat jawa kratonan memang menganut islam, tetapi mereka masih mempercayai adat-adat nenek moyang mereka, seperti mantra-mantra dan kepercayaan animisme-dinamisme. Perbedaan kepercayaan inilah yang memisahkan kedua kelompok masyarakat ini. Perbedaan cara pandang islam di antara mereka dapat memicu persaingan yang tidak sehat, salah satu pihak dapat menyatakan lebih baik dari pihak yang lain dan sebaliknya. 
Perbedaaan elemen kebudayaan juga menjadi sebuah faktor penghalang. Meskipun mereka berakar dari satu budaya yang sama, yaitu budaya jawa, tetapi kedua komunitas ini memiliki cara pandang yang berbeda tentang budaya ini. Jawa kratonan yang menganut konteks budaya tinggi sangat menjunjung tinggi penghormatan dan etika bergaul dengan masing-masing anggota komunitasnya, sebaliknya jawa pesisiran lebih longgar dalam etika berhubungan, mereka jauh lebih bebas dalam berekspresi dan berbicara, tanpa terikat oleh nilai-nilai etika jawa yang rumit. Bila kedua komunitas ini bertemu, dapat muncul gangguan dan hambatan komunikasi karena masalah ini. Islam jawa merasa harus saling menghormati, tetapi jawa pesisiran merasa hak mereka untuk berekspresi secara lugas dan spontan. Sebenarnya hal ini dapat teratasi seandainya mereka mau beradaptasi satu sama lain.
Yang terakhir adalah faktor etnisitas. Karena letaknya yang berada di pesisir pulau jawa, masyarakat pesisir memiliki berbagai campuran etnis selain etnis jawa, terutama dari etnis cina dan arab. Adanya perpaduan etnis inilah yang menyebabkan masyarakat jawa pesisir lebih terbuka pada modernisasi dan cenderung meninggalkan budaya tradisional mereka. Sementara masyarakat jawa kratonan masih asli beranggotakan etnis jawa. Perbedaan etnis yang menimbulkan perbedaan budaya ini juga berpotensi untuk menjadi penghambat komunikasi yang efektif.
4. Model Komunikasi Antar Pribadi Beda Budaya
Fokus terpenting dalam komunikasi antar budaya adalah bagaimana cara kita mengidentifikasi penghalang dan beradaptasi dengan budaya yang lain. Oleh karena itu, saya mengembangkan model komunikasi antar budaya dari model komunikasi dasar, dimana proses penyaluran pesan berlangsung dari source kepada receiver dengan melalui channel dan sebaliknya dengan memberikan efek sebagai hasil komunikasi. Tetapi disini saya menambahkan sebuah elemen yaitu adaptasi yang melingkupi source dan receiver. Maksudnya dalam mengirim maupun menerima pesan, source dan receiver harus memahami lawan bicaranya dan beradaptasi untuk menyesuaikan budaya masing-masing 



Diharapkan dengan adanya model komunikasi ini maka tidak ada lagi hambatan dalam berkomunikasi antar pribadai dalam konteks budaya, sebab sudah disadari adanya adaptasi untuuk meminimalisir gangguan yang akan terjadi sehingga muncul sebuah komunikasi yang ideal didalamnya.




Daftar Pustaka

Analytictech, “Differences in Cultures”, http://www.analytictech.com/mb021/cultural.htm (diakses 23 Juni 2008, 08:11)

Joshua, “Jawa Pesisir”, http://www.joshuaproject.net/peopctry.php?rog3=ID&rop3=104221 (diakses 23 Juni 2008, 09:34)

www.marin.com, “High-context and Low-context Culture Styles”, http://www.marin.edu/buscom/index_files/page0009.htm (diakses 23 Juni 2008, 10:02)

Naryoso, Agus. “Materi Kuliah Komunikasi Antar Pribadi”, 16 Juni 2008

Nursidik, Yahya. “Model-Model Komunikasi”, 2007, http://apadefinisinya.blogspot.com/2007/12/komunikasi.html (diakses 23 Juni 2008, 08:35)

Syam, Nur, “Makalah: ISLAM PESISIRAN DAN ISLAM PEDALAMAN:
 TRADISI ISLAM DI TENGAH PERUBAHAN SOSIAL”, http://www.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makalah%20Nursyam.doc (diakses 23 Juni 2008, 08:02)

Ummi, Shinta Ardhiyani. “Pembentukan Karakter Masyarakat Bilingual Melalui Penumbuhan Linguistic Pride Banyumasan”, 2008, http://ntacaholic.blogspot.com/2008/04/pembentukan-karakter-masyarakat.html (diakses 23 Juni 2008, 09:44)

Wikipedia, “High Context Culture”, http://en.wikipedia.org/wiki/High_context_culture
(diakses 23 Juni 2008, 10:13)

-----, “Low Context Culture”, http://en.wikipedia.org/wiki/Low_context_culture 
(diakses 23 Juni 2008, 10:13)

Indrawati ,Yanita. “PERGESERAN KONSEP GENDER PADA RUMAH TRADISIONAL JAWA JOGLO”, http://www.fsrd.itb.ac.id/?page_id=107 (diakses 23 Juni 2008, 10:03)

Stumble This Fav This With Technorati Add To Del.icio.us Digg This Add To Reddit Add To Facebook Add To Yahoo
 
Add to Technorati Favorites Science Blogs - BlogCatalog Blog Directory TopOfBlogs Personal My Zimbio

eXTReMe Tracker